Jumat, 08 Juli 2022

Makna Keikhlasan pada Hari Raya Idul Adha

Penulis : Siti Selpiah


Hari Raya Idul Adha dirayakan setiap tanggal 10 dzulhijjah dengan sebutan lain “Hari Raya Haji” dimana pada waktu tersebut kaum muslimin sedang menunaikan ibadah haji dan melaksanakan wukuf di Arafah.

Selain dinamakan hari raya haji, hari raya Idul Adha juga disebut  sebagai “Idul Qurban” karena pada hari itu Allah memberi kesempatan kepada kita untuk lebih mendekatkan diri kepadaNya.

Hari Raya Idul Adha identik dengan penyembelihan hewan kurban, biasanya adalah sapi, kambing, hingga domba. Penyembelihan hewan kurban tersebut tentu saja memiliki tata cara tersendiri sehingga tidak sembarang orang dapat melakukannya.

Mengapa Hari Raya Idul Adha itu identik dengan penyembelihan hewan kurban, bagaimana sejarah terjadinya perayaan Hari Raya Idul Adha?

Sejarah Hari Raya Idul Adha

Hari Raya Idul Adha merupakan peringatan akan peristiwa kurban, yakni ketika Nabi Ibrahim bersedia untuk mengorbankan puteranya, Nabi Ismail. Hal tersebut dilakukan oleh Beliau sebagai bentuk kepatuhannya terhadap perintah Allah SWT.

Diceritakan pada kala itu, Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan istrinya, Siti Hajar bersama Nabi Ismail putranya, yang saat itu masih menyusui. Mereka ditempatkan disuatu lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu demikian sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun.

Sementara Nabi Ibrahim sendiri tidak tahu, apa maksud sebenarnya dari wahyu Allah yang menyuruh menempatkan istri dan putranya yang masih bayi itu di suatu tempat paling asing. Yaitu di sebelah utara kurang lebih 1600 KM dari negaranya sendiri Palestina. Tapi baik Nabi Ibrahim, maupun istrinya Siti Hajar, menerima perintah itu dengan ikhlas dan penuh tawakkal.

Selama ditinggal oleh suaminya, Siti Hajar mengalami banyak sekali cobaan, salah satunya adalah kesulitan untuk menemukan sumber air minum yang layak untuk anaknya. Bahkan, pencariannya akan sumber air minum tersebut dilakukan dengan cara berjalan cepat sebanyak tujuh kali, dari Shafa ke Marwah.

Peristiwa akan pencarian sumber mata air itulah yang kemudian “diabadikan” dalam proses ibadah Sa’i yang menjadi salah satu rukun ibadah Haji, yakni dengan lari-lari kecil dari Shafa ke Marwah.  

Perlu diketahui bahwa sumber mata air yang ditemukan oleh Siti Hajar tersebut menjadi sumber air abadi yang kemudian dinamakan sebagai zam-zam.

Setelah beberapa tahun kemudian, akhirnya Nabi Ibrahim kembali lagi ke Mekah untuk menemui Siti Hajar dan Ismail. Nabi Ibrahim tentu saja bahagia, apalagi Ismail sudah tumbuh menjadi anak yang sehat (dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa pada saat itu usia Ismail kira-kira 6-7 tahun). Namun, belum lama menikmati pertemuannya dengan keluarga tercintanya, Allah SWT memberikan ujian lagi kepada Nabi Ibrahim.

Pada saat itu, melalui mimpinya Allah SWT memberikan perintah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih puteranya, Ismail. Hal tersebut tentu saja membuat Nabi Ibrahim bimbang, karena itu merupakan perintah langsung dari Allah SWT, tetapi di sisi lain, Beliau juga sangat sayang kepada anaknya. Kemudian, dengan sekuat hati, akhirnya Nabi Ibrahim memberanikan diri untuk mengajak bicara dengan Ismail bahwa dirinya harus menyembelih anaknya tersebut.

Jawaban Ismail membuat Nabi Ibrahim kaget, sebab puteranya ternyata bersedia untuk dijadikan kurban sebagaimana perintah dari Allah SWT.

Waktu untuk menyembelih Ismail pun datang. Nabi Ibrahim sangat ragu untuk mengarahkan pisau kepada anaknya. Kemudian, Ismail berkata “Wahai Ayahku! Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT kepadamu. Engkau akan menemuiku insyaAllah sebagai seorang yang sabar dan patuh kepada perintah Allah SWT”

Hal tersebut membuat Nabi Ibrahim bersedih sekaligus bersyukur, dan seraya berkata “Bahagialah aku mempunyai seorang putra yang taat kepada Allah SWT, bakti kepada kedua orang tua dengan ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah SWT”

Kemudian, ketika prosesi penyembelihan tiba, diikatkanlah kedua tangan dan kaki Ismail di atas lantai. Lalu Nabi Ibrahim dengan memejamkan matanya, memegang pisau (parang)nya ke arah leher Nabi Ismail dan penyembelihan pun dilakukan. Namun, Allah SWT langsung mengganti posisi Nabi Ismail tersebut dengan domba yang diturunkan dari langit. Sebagaimana diterangkan dalam Al-Quran yakni pada QS As-Shaffat ayat 107-110

Melalui peristiwa penyembelihan Nabi Ismail yang kemudian digantikan menjadi hewan domba oleh Allah SWT itulah yang menjadikan sejarah dari Hari Raya Idul Adha. Tidak hanya itu, melalui peristiwa hidup yang dialami oleh Nabi Ibrahim beserta keluarganya juga menjadikan lahirnya Kota Makkah dan Ka’bah sebagai kiblat umat muslim di seluruh dunia beserta dengan keberadaan air zam-zam yang tidak pernah kering sejak ribuan tahun silam. Secara tidak langsung, keberadaan air zam-zam dan ibadah sa’I juga menjadi tonggak perjuangan dari seorang wanita yang sabar dan tabah, yakni Siti Hajar.


Sumber Referensi

Mitrapost.com. Hari Raya Idul Adha, Sebuah Teladan Kehidupan Dari Nabi Ibrahim dan Keluarganya. Di akses 8 Juli 2022.h https://smartcity.patikab.go.id/index.php/data_berita/detail/berita_online/3753

Rifda Arum. Sejarah Idul Adha dan Hikmah di Balik Kurban. Di akses 8 Juli 2022. https://www.gramedia.com/literasi/sejarah-idul-adha/amp/#aoh=16572919892921&amp_ct=1657292002680&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Umbara Adakan Webinar Nasional Gizi

Penulis : Ika Puspa Windardi | Editor : Nia Jejak Pers - Bogor, Universitas Muhammadiyah Bogor Raya (UMBARA) mengadakan Webinar ...